
Tuntutan profesionalitas guru akan menjadi taruhan terhadap kinerja guru di masa yang akan datang, dalam menghadapi perkembangan jaman di era globalisasi. Guru akan mengalami cultural lag (ketertinggalan budaya), apabila dalam diri guru tidak siap merubah mentalitas dan mind set yang seperti itu.
Profesionalisme bukan lagi suatu mimpi yang tak terjangkau,apabila dalam diri guru sebagai leader the change (pemimpin perubahan), muncul tanggung jawab moral terhadap kewajiban untuk terus menerus meningkatkan kualitasnya, dengan tidak kenal lelah, didorong keyakinan akan kemampuannya, pasti ada, karena Allah yang memberi kemampuan, Allah tak pernah tidur, Allah menyaksikan cucuran keringat, jatuh bangunnya guru, bahkan kontrol luapan emosi guru pun dinilai ibadah oleh Allah, karena semua ini berangkat 12dari tanggungjawab dan rasa kasih sayang guru kepada peserta didiknya.
Guru akan terus menempa kemampuannya dengan mempelajari macam-macam metode pembelajaran, PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan), pendalaman materi yang diajarkan, pembelajaran mendalam (deep learning), menguasai media pembelajaran, penilaian pendidikan, penelitian tindakan kelas, melatih karya tulis ilmiah, pelaksanaan pembelajaran (peer teaching), dan lain-lain.
Sudah begitu banyak penelitian yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, untuk memajukan dunia pendidikan kita. Tetapi semua tidak akan berhasil apabila guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan tidak menyadari tugas dan tanggungjawabnya. Merubah peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak cakap menjadi cakap, dari tidak terampil menjadi terampil, merupakan tugas dan tanggungjawab guru, yang bermuara pada mempersiapkan peserta didik menjadi bagian dari anggota masyarakat yang siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Mereka akan dilatih untuk survive di tengah gelombang kehidupan nyata, yang pasti akan dihadapi mereka kelak , sebagai manusia dewasa, yang utuh dan siap menghadapi tantangan jaman.
Menyadari hal itu guru harus mampu menjembatani antara pengetahuan teoritis, dengan pengalaman di lapangan, antara ilmu pengetahuan dengan dunia nyata sehari-hari, mampu menjawab permasalahan hidup, mampu mengatasi kesulitan hidup dengan ilmu yang telah dimilikinya. Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan, memperpendek antara das sein (harapan) dan das solen (kenyataan hidup ).
Mendekatkan peserta didik dengan dunia keseharian , merupakan sesuatu yang harus dilakukan , agar ilmu yang mereka terima bukan hanya sekedar teori yang tak bermakna, tetapi bekal kecakapan hidup yang sangat berarti, yang pada gilirannya mampu melahirkan generasi yang tangguh (struggle), yang tak kenal putus asa dan memahami kesulitan hidup sebagai tantangan dan peluang merubah diri, meningkatkan kualitas hidup, serta mampu mewujudkan kesejahteraan lahir batin, dunia akhirat.
Merubah paradigma guru bukan hanya sekedar sebagai transformator ilmu, tetapi jaga sebagai transformator jiwa, akan memacu guru terus menerus belajar. Guru sebagai model kehidupan bagi peserta didik, akan mendorong motivasi ke arah yang lebih baik. Kelak guru tidak lagi dipandang sosok yang normatif,tetapi mampu melatih siswa siap menghadapi kehidupan nyata.Di dorong oleh keyakinan sebagai modal, menjadikan tantangan sebagai peluang ibadah, insya Allah akan melahirkan guru yang siap menghadapi hidup, yang akan ditransfer kepada peserta didik di lain pihak, dilandasi keiklasan dan hanya berharap ridho Allah semata. Sedikit motto yang akan menambah keyakinan kita semua, bahwa, “tidak ada prajurit yang terlatih, tetapi yang ada adalah prajurit yang selalu berlatih”.
Sumber :
Dra.Nining Darningsih (Guru Mata Pelajaran IPS)